Liberatioan Team - Part 1. Perjuangan Tak Berhenti Di sini.

22.51 Unknown 0 Comments


Tak banyak yang bisa ditulis oleh jemari ini, kali ini hanya bisa berbagi tulisan dari salah seorang tim saya, yang pada akhirnya harus mengambil keputusan terbaiknya.
Bulan penuh cinta bagi mereka, begitu pula menurutku, meski dalam artian berbeda. Februari bertandang, bersamaan dengan kabar itu. Awalnya, hanya satu tujuanku, membantu kedua orang tua. Lalu, kuputuskan tuk mencari mata pencaharian.
Kurasakan benar keberkahannya. Seseorang pernah mengatakan, sekali melewati pintu itu, kita tak tahu apa yang akan terjadi di hidup kita. Klise. Tapi, itu benar. ‘Bekerja’ di bidang ini ternyata mempertaruhkan banyak hal, risiko yang begitu besar. Banyak yang menghalangi kemenangan Palestina.
Berkah itu mengalir begitu deras, tanpa pernah kukira. Ketika seorang atasan bertanya dalam satu wawancara, satu bulan sesudah ‘permulaan’ itu. Apa yang sudah kau dapatkan selama satu bulan? Kukatakan tanpa ragu, bahwa semua ini layaknya durian runtuh yang dihadiahkan padaku.
Ia lantas bertanya, mengapa seperti itu. Kembali kuulang hari-hari itu. Berkah Palestina langsung kurasakan ketika Allah masukkan aku ke dalam tim yang luar biasa. Mereka, kelompok pembebasan yang dapat saling memahami. Mereka yang satu frekuensi. Tidak hanya itu, Pak bos dan Bos besar yang luar biasa, lingkungan serta teman. Aku bekerja dengan orang-orang yang berdedikasi tinggi terhadap Palestina.
Ketika jiwa ini mulai surut dan kehausan, cinta mereka pada Palestina mengisi kembali energiku untuk Palestina. Bukan sebuah pemandangan asing, ketika air mata menjadi salah satu santapan harian di tim kami. Tapi, air mata itulah yang menjadi saksi, bahwa kami mencintai Palestina dan Al-Aqsha.
Aku menyaksikan semua itu dan dedikasi mereka tak dapat dibohongi. Ucapan anonim itu benar, bahwa kebahagiaan begitu sederhana. Ketika hari kami bisa begitu berbunga karena seorang donatur yang memberikan sumbangan dalam jumlah besar.
Kuingat betul pada hari berkah itu, Jumat. Keberkahan Palestina mengalir deras untuk tim kami. Pagi hari, kami dengar calon pejuang telah lahir ke dunia ini. Lalu, siang hari  donatur berikan donasinya dalam jumlah besar. Puluhan menit berselang, kembali terdengar kabar yang sama. Aku sendiri pun mengalami itu, sore harinya. Ketika impianku menjadi terasa begitu dekat. Itu adalah hari yang tak terlupakan, Jum’at berkah itu.
Meski, akhirnya kuputuskan tuk terus mengembara tanpa mereka. Tahukah alasan kutetap kuat? Karena keyakinan diri ini yang begitu besar, bahwa akhirnya kami akan dipersatukan kembali di JannahNya. Hanya itu dan keputusan tersebut tak membuatku menyesal sama sekali. Seperti yang pak Bos (babeh) bilang, bahwa di mana pun kita berada Palestina tetap di hati. Aku tak akan kehilangan cinta ini, meski tak berada di sana.
Menghitung mundur waktu kepergianku, seringkali seusai bekerja, tiap kali aku pulang paling akhir, kuperhatikan lekat-lekat setiap pernik kecil yang ada di ruang kerjaku. Tahukah, kawan? Bahwa, memandanginya membuatku begitu bahagia. Aku tak sedih. Seperti seorang penulis besar katakan, tak seharusnya diri bersedih akan sesuatu yang berakhir. Karena, setidaknya hal indah itu pernah terjadi di hidup kita.
Terima kasih untuk waktu luar biasa itu. Yakinlah, Allah Swt kan pertemukan kita lagi di surgaNya. Tali persaudaraan akan terus terjalin, meski jarak memisahkan. Jangan lupa, kalian pernah ‘dihantui’ olehku selama tiga bulan itu. Semoga juga, menjadi kenangan berharga untuk kalian.(felian/Jatinangor, 02 Juni 2017) .

0 komentar :