Rasulullah SAW Negarawan yang Peduli Lingkungan

17.32 Unknown 0 Comments


Islam memperhatikan dan mempedulikan semua komponen lingkungan tanpa terkecuali. Islam sebagai agama rahmat seantero alam menyuguhkan sentuhan hidup terhadap lingkungan sehingga terjadi keseimbangan kosmos antara manusia, hewan, tumbuhan, dan sumber-sumber alam.
Al-Quran sendiri menyifati tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk mulia yang punya peran sama dengan manusia dalam memamerkan keindahan kreasi Allah SWT yang tidak tertandingi seperti yang dimuat Q.S. As-Syuara’ (26): 7 dan Q.S. Luqman (31): 10. Mereka kreasi mulia yang ikut serta dengan manusia menyuguhkan tasbih sesuai fitrah penciptaan mereka seperti yang disuarakan Q.S. Al-Isra’ (17): 44. Olehnya itu, Q.S. Al-A’raf (7): 56 sangat mencela orang-orang yang merusak ekosistem hidup tanpa membangun kepedulian melestarikan unsur-unsur alam. Merusak alam berarti merusak diri sendiri yang menjanjikan kehancuran mutlak dan menyeluruh terhadap semua makhluk bumi.
Rasulullah Saw sebagai hadiah terbesar Allah SWT terhadap makhluk bumi yang membawa rahmat universal menjadi penafsir dan pelaksana garis depan terhadap ajakan teks-teks Al-Quran di atas dalam melestarikan dan menjaga keseimbangan alam. Dari hadits-hadits Rasulullah Saw yang menyinggung kepedulian lingkungan, penulis menyimpulkan pilar-pilar kepedulian lingkungan seperti berikut:
1. Hemat dan efisien dalam menggunakan sumber daya alam
Terlalu berlebihan menggunakan sumber daya alam dapat merugikan komunitas makhluk bumi. Yang berlebihan menggunakan air tidak memikirkan kesinambungan hidup manusia yang senantiasa butuh air. Boleh jadi hari ini Anda dibanjiri air, tetapi siapa tahu besok Anda kehausan berteriak-berteriak meminta belas kasihan orang dari seteguk air. Boleh jadi di tempat Anda tidak mengalami krisis air, tetapi siapa tahu di belahan dunia sana tanah lagi kering mematikan, hewan-hewan berjatuhan mati, dan manusia mengangkat senjata hanya karena merebutkan air minum bersih. Sekarang, bukan hanya tanah yang kering, tetapi sungai pun ikut kering. Ini menandakan kesadaran pemakai air terhadap keurgensian hemat air hilang dari praktek keseharian. Olehnya itu, Rasulullah Saw memberikan keteladanan mendidik yang membimbing umat untuk hemat dan efisien dalam memberdayakan sumber daya alam.
عَنِ ابْنِ عُمَر t: (أَنَّ النَّبِيَّ r مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ: مَا هَذَا السَّرَفُ؟ قَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ إسْرَافٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ كُنْت عَلَى نَهْرٍ جَارٍ).([1])
2. Tidak melakukan penebangan pohon dan pembabatan hutan secara liar dan tidak terkendali
Rasulullah Saw melarang mematahkan tangkai pohon atau menebang batangnya dan penggundulan hutan meskipun dalam kondisi perang. Rahmat kenabian ini lampu merah terhadap pihak yang suka melakukan penebangan liar demi memenuhi maslahat mereka. Menebang pohon tanpa mengikuti prosedur yang benar mengancam kesinambungan hidup makhluk-makhluk bumi yang telah memerankan tugas penting mempercantik wajah dunia dalam menyuguhkan ayat-ayat ketauhidan yang tersirat. Pesan kenabian ini pun diikuti Khalifah Abu bakar di saat mengingatkan pesan kenabian tersebut kepada bala tentaranya yang akan dilepas berjihad ke Syam.
وَرَوَى ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي مُصَنَّفِهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثْتُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ بَعَثَ جُيُوشًا إلَى الشَّامِ، فَخَرَجَ يَتْبَعُ يَزِيدَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، فَقَالَ: إنِّي أُوصِيك بِعَشْرٍ: لَا تَقْتُلَن صَبِيًّا، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا كَبِيرًا هَرِمًا، وَلَا تَقْطَعَنَّ شَجَرًا مُثْمِرًا، وَلَا تَعْقِرَنَّ شَاةً، وَلَا بَقَرَةً، إلَّا لِمَأْكَلَةٍ، وَلَا تُخَرِّبَنَّ عَامِرًا، وَلَا تُغَرِّقَنَّ نَخْلًا، وَلَا تُحَرِّقَنَّهُ، وَلَا تَجْبُنْ1، وَلَا تَغْلُلْ. ([2])
Rahmat universal ini sentuhan kenabian yang tidak ada duanya dalam mencontohkan kepedulian lingkungan. Olehnya itu, wajar jika semua makhluk hidup siap memberikan kesaksian kenabian dan kerasulan terhadapnya jika mereka diminta. Yang demikian itu karena ia sangat memahami mereka sebagai makhluk hidup yang turut serta beribadah kepada Allah SWT.  Mereka seperti mengungkapkan ucapan terima kasih maknawi kepada Rasulullah Saw yang telah memahaminya dan mencontohkan umat tata cara menyikapi mereka dengan baik dan benar.
3. Tidak melakukan pencemaran lingkungan
Contoh terdekat yang diteladankan Rasulullah Saw di sesi ini larangannya membuang air kecil di air yang tergenang. Karena jika dipakai orang lain berwudhu atau mandi, maka itu dapat menyebabkan penyakit akut yang berbahaya. Bahkan Rasulullah Saw melarang umat buang air kecil di bawah pohon karena itu dapat meninggalkan bau dan kesan yang tidak enak terhadap siapa saja yang berteduh di bawah daunnya yang rindang.
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ r أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ. ([3])
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ t عَنِ النَّبِىِّ r قَالَ: (لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ).([4])
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: (اتَّقُوا الْمَلاَعِنَ الثَّلاَثَ: الْبَرَازَ فِى الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ). ([5])
Contoh kecil ini menyiratkan makna besar dalam mencegah pencemaran lingkungan dalam skala besar dan terencana oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti limbah industri yang tidak mempedulikan keselamatan masyarakat setempat dan lingkungan, asap pabrik dengan gumpalan menggulung yang menyemprotkan udara kotor yang cukup mengganggu pernafasan, suara mesin-mesin menderu yang memekikkan telinga dan mengusik ketenangan makhluk. Yang mengancam hidup manusia adalah perilaku bodoh mereka sendiri yang tidak memikirkan akibat mendatang dari perbuatan mereka hari ini. Jadi hadits di atas seperti mengingatkan umat keurgensian mengetahui segala dampak positif-negatif setiap perilaku konsumtif sebelum melakukan sesuatu.
4. Tidak membunuh hewan atau menyiksanya
Hewan makhluk Allah SWT yang banyak membantu dan meringankan pekerjaan manusia. Olehnya itu, Rasulullah Saw mengingatkan umat kisah seorang perempuan yang masuk neraka hanya karena mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan hingga ia mati.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ r قَالَ: (دَخَلَتْ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْض).([6])
Kisah berikutnya yang diceritakan Rasulullah Saw, kisah seorang nabi yang menghancurkan satu kampung serangga hanya karena digigit seekor dari mereka. Allah SWT menegurnya dan tidak membenarkan perbuatan itu: “Anda telah membumihanguskan satu umat semut dari pelbagai umat yang senantiasa bertasbih”. Seandainya ia hanya membunuh semut yang menggigitnya, ia tidak ditegur dan dicela, tetapi ia telah dikuasai oleh amarah, sebab dari celaan tersebut.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ t قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ r يَقُولُ: (قَرَصَتْ نَمْلَةٌ نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَأَمَرَ بِقَرْيَةِ النَّمْلِ فَأُحْرِقَتْ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ أَنْ قَرَصَتْكَ نَمْلَةٌ أَحْرَقْتَ أُمَّةً مِنْ الْأُمَمِ تُسَبِّحُ). ([7])
Kisah-kisah inspiratif ini melukiskan sejauh mana kasih sayang Rasulullah Saw yang terhitung sebagai point keistimewaan tersendiri terhadapnya dalam mempedulikan komunitas hewan. Kepedulian ini melebihi kepedulian pemerhati hewan yang kadang hanya menunjukkan kepedulian khusus terhadap hewan-hewan tertentu. Olehnya itu, wajar jika mereka juga siap memberikan kesaksian terhadap kenabian dan kerasulan Saw jika diminta sebagai tanda terima kasih maknawi mereka terhadap Rasulullah Saw yang telah memahami dan mempedulikan habitat mereka, seperti ketaatan dua ekor burung merpati dan laba-laba yang ikut melindungi dan menyelamatkan Rasulullah Saw dan Abu bakar Ra yang mencari perlindungan di gua dari kejaran orang-orang kafir Mekah. ([8])
Di samping itu, Rasulullah Saw menganjurkan umat memelihara kuda sebagai hewan piaraan yang punya fungsi ganda. Selain meringankan beban kerja manusia, ia juga alternatif pertama dalam berjihad.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: (الْخَيْلُ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ). ([9])
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ رَضِيَ الله عَنْهَا، قَالَت : قَالَ رَسُولُ الله r : (إِنَّ الْخَيْلَ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنِ ارْتَبَطَهَا عُدَّةً فِي سَبِيلِ الله، كَانَ شَبَعُهَا وَجَوْعُهَا وَأَرْوَاثُهَا وَأَبْوَالُهَا فَلاَحًا فِي مَوَازِينِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ). ([10])
5. Mensosialisasikan penghijauan
Rasulullah Saw mengajak para pemeduli lingkungan untuk melakukan penghijauan yang berorientasi akhirat. Banyak yang tidak tahu bahwa upaya penghijauan yang digerakkan selama ini untuk menyelamatkan bumi dari polusi ternyata terhitung sebagai saldo ukhrawi yang menjanjikan pahala. Tidak ada tanaman atau pohon yang dimakan burung, manusia atau hewan kecuali itu menjadi sedekah bagi pemilik tanaman atau pohon. Demikian halnya dengan pohon yang memberi teduh terhadap manusia dari terik sinar matahari. Semua bentuk penghijauan ini punya nilai sedekah yang sepatutnya memotivasi umat untuk menghijaukan kota-kota Islam mereka. Penghijauan yang islami ini mengingatkan penulis hikmah ulama dulu yang mengatakan: “lihatlah daun-daun yang hijau dan air yang mengalir. Sesungguhnya keduanya melambangkan kesegaran, semangat hidup, kerendahan diri (melihat air yang senantiasa mencari tempat yang rendah, begitu pula dengan daun yang melambai-lambai mengikuti hembusan angin) dan penyucian hati.” Gerakan menanam ini dianjurkan Islam tanpa mengenal usia dan waktu. Abu Darda’ Ra tidak mempedulikan orang yang menegurnya menanam pohon, meski ia telah lanjut usia. Dia memahami bahwa menuai tanaman bukan tujuan utama, dia sendiri yang menuainya atau orang lain, ia tetap dapat pahala. Olehnya itu, gerakan menanam pohon tidak dibatasi waktu, meski kiamat telah dekat.
Yang menarik lagi, Rasulullah Saw mengaitkan gerakan menanam ini dengan menghijaukan hati terlebih dahulu dengan dzikir. Bahkan inilah yang lebih utama, karena jika hati menjadi taman-taman dzikir, ia pun dapat menyuntikkan spirit beramal, khususnya (sesuai dengan tema ini) menggalakkan penghijauan dengan gerakan cinta tanaman-tanaman. Jadi, Rasulullah Saw tidak pernah memisahkan antara materi dan makna-makna kehidupan yang berorientasi ukhrawi. Makna-makna penghijauan yang berorientasi akhirat ini diserukan hadits-hadits berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: (مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَة). ([11])
عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: (إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ). ([12])
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ: أَنَّ رَجُلًا مَرَّ بِهِ وَهُوَ يَغْرِسُ غَرْسًا بِدِمَشْقَ، فَقَالَ لَهُ: أَتَفْعَلُ هَذَا وَأَنْتَ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ r؟ فَقَالَ: لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ! سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ r يَقُولُ: (مَنْ غَرَسَ غَرْسًا لَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ آدَمِيٌّ وَلَا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً). ([13])
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  t: أَنَّ رَسُولَ اللهِ r مَرَّ بِهِ وَهُوَ يَغْرِسُ غَرْسًا، فَقَالَ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، مَا الَّذِي تَغْرِسُ؟ قُلْتُ: غِرَاسًا لِي، قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكُ عَلَى غِرَاسٍ خَيْرٍ لَكَ مِنْ هَذَا؟ قَالَ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: قُلْ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ ، يُغْرَسْ لَكَ بِكُلِّ وَاحِدَةٍ شَجَرَةٌ فِي الْجَنَّةِ).([14])
6. Menghindarkan lingkungan dari segala bentuk kriminal yang dapat mengganggu keamanan dan ketenteraman sosial
Rasulullah Saw dalam hal ini memberi mini contoh dengan mewajibkan umat menghindarkan pemakai jalanan dari sepotong duri yang mengancam di tengah jalan. Contoh kecil ini punya makna besar yang jika dipahami dan diterjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari, maka akan memberikan perubahan yang berarti. Jika duri saja wajib di buang jauh-jauh dari tengah jalan, terlebih lagi bentuk-bentuk kriminal yang menakutkan, seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, penganiayaan, perampokan dan korupsi berencana dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jika jalan saja punya hak, terlebih lagi keselamatan jiwa, kehormatan, harta dan keselamatan anggota keluarga. Kepedulian lingkungan ini yang menanamkan makna besar disuarakan hadits berikut:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ t: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ r قَالَ: (إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ!). فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا بُدٌّ لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r: (إِنْ أَبَيْتُمْ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ!). قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: (غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى، وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ ). ([15])
Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati lingkungan menyuarakan kesimpulan berikut:
“Rasulullah Saw pelopor peduli lingkungan yang tidak meninggalkan satu sesi kepedulian terhadap lingkungan kecuali disinggung dan disuarakan. Mini contoh kepeduliannya yang universal memuat makna besar yang dapat menutupi semua sendi kehidupan. Kepeduliannya itu melambangkan kasih sayang dan rahmatnya untuk seantero alam. Kepedulian ini pula menanamkan keurgensian menjaga keseimbangan ekosistem alam dengan melakukan pelestarian dan pemberdayaan sumber-sumber alam. Yang paling menarik, kepedulian ini senantiasa dikaitkan dengan makna-makna ukhrawi. Dia seperti berpesan: “temukanlah makna ukhrawi di setiap pekerjaan duniamu, jangan terlena oleh materi-materi dunia, tetapi tangkap nilai-nilai kehidupan yang terselubung di setiap materi. Jika Anda dianjurkan menghijaukan wajah bumi dengan menggalakkan gerakan menanam sejuta pohon, Anda pun dianjurkan menghijaukan hati Anda dengan dzikir.” Hematnya, Rasulullah Saw seorang negarawan yang telah mencontohkan kepedulian lingkungan yang menanamkan keteladanan bersahabat terhadap khazanah-khazanah alam.”
Catatan Kaki:
([1]) Hadits riwayat Sunan Imam Ibn Majah dan yang lain. Sanad hadits ini lemah karena di antara perawi-perawinya ada yang lemah, seperti: Huyaei bin Abdillah dan Ibn Luhaeah. Lihat: Syekh al-Hasan bin Ahmad ar-Ruba’i, Fathul Gaffâr al-Jâmi’ li Ahkâmi Sunnati Nabiyyina al-mukhtâr, kitab at-Thaharah, hadits. No: 312, hlm. 109
([2]) Lihat: Nasbu ar-Rayah, hadits. No: 5850, vol. 3, hlm. 406
([3]) Shahih Muslim, kitab Thaharah, bab an-Nahyu an al-Baul fil Ma’i ar-Rakid, hadits. No: 681
([4]) Hadits Shahih Sunan Imam Abi Daud, kitab Thaharah, bab al-bawl fil ma’i ar-râkid, hadits. No: 69
([5]) Hadits hasan Sunan Imam Abi Daud, kitab Thaharah, bab al-mawâdi’ al-lati naha an-nabi al-bawl fiihâ, hadits. No: 26
([6]) Shahih Imam Bukhari, kitab bad’i al-khalq, bab khamsah min ad-dawâb fawâsiq yuqtalna fi al-harâm,, hadits. No: 3140
([7]) Shahih Imam Bukhari, kitab al-jihad, bab idsa haraka al-musyrik al-muslim, hal yuhraq? hadits. No: 2856
([8]) Lihat: Said Nursi, al-Mukjizat al-Ahmadiyah, hlm. 145
([9]) Shahih Imam bukhari, kitab al-jihad, bab al-khael ma’qud fi  nawaâshiha al-khair ila yawm al-qiyamah, hadits. No: 2694
([10]) Syekh Ahmad bin Abi bakr bin Ismail al-Busiri, Ithâf al-khaerah al-mahirah bi Zawâid al-masânid al-asyarah, hadits. No: 4322, vol. 5, hlm. 108
([11]) Shahih Imam Bukhari, kitab al-muzaraah, bab fadl az-zar’i wa al-garsi idsa akala minhu, hadits. No: 2195
([12]) Hadits shahih riwayat Musnad Imam Ahmad, hadits. No: 12981, vol. 20, hlm. 296
([13]) Hadits ini lemah karena di sanadnya terdapat Baqiyyah bin al-Walid yang riwayatnya lemah, tetapi derajatnya terangkat menjadi hadits shahih li gairih karena diperkuat oleh hadits-hadits shahih lain yang memuat tema yang sama. Hadits Musnad Imam Ahmad, hadits. No: 27506, vol. 45, hlm. 498
([14]) Hadits shahih Sunan Imam Ibn Majah, kitab al-adab, bab fadhl at-tasbih, hadits. No: 3807
([15]) Hadits shahih Sunan Imam Abi Daud, kitab al-adab, bab fil julus fi at-Turuqât, hadits. No: 4817

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/09/17/39441/rasulullah-saw-negarawan-yang-peduli-lingkungan/#axzz2heOntRzq

0 komentar :